.quickedit{ display:none; }

Rabu, 14 Desember 2011

Kebersihan Adalah Setengah dari Keimanan

Jakarta - Dari Abu Malik Al-Asy'ari RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Kebersihan adalah setengah dari keimanan dan (ucapan/dzikir) alhamdulillah akan memenuhi timbangan. Subhanallah dan Alhamdulillah keduanya akan memenuhi ruangan antara langit dan bumi. Salat adalah cahaya, sedekah adalah burhan (petunjuk), kesabaran adalah cahaya yang terang benderang dan Al Qur'an dapat menjadi hujjah yang dapat membela atau memberatkan kita. Setiap manusia berusaha, ada di antara mereka yang dengan usahanya akan memerdekakan dirinya (dari api neraka), dan ada pula yang dengan usahanya itu merusak dirinya" (HR Muslim) 

Terdapat beberapa hikmah yang dapat dipetik dari hadis di atas. Di antara hikmah-hikmah tersebut adalah sebagai berikut: 


1. "Kebersihan merupakan hal yang sangat penting dalam ajaran agama Islam. Demikian pentingnya aspek kebersihan, hingga Rasulullah SAW mengatakannya bahwa kebersihan senilai dengan setengahnya keimanan. Artinya, apabila Iman dapat dipilah dan dibagi-bagi, maka porsi kebersihan dalam keimanan adalah setara dengan setengahnya (50%) dari keimanan. Hal ini menunjukkan betapa kebersihan merupakan bagian yang sangat mendasar dalam keimanan seseorang.

2. Kebersihan memiliki pengertian bersih secara lahiriyah dan juga bersih secara maknawiyah. Kebersihan secara lahiriyah adalah kebersihan yang dapat diraba maupun dirasakan oleh pancaindra, seperti bersih fisik, bersih pakaian, bersih ruangan, bersih tempat kerja, bersih lingkungan, dsb. Dan Islam menganjurkan kepada kita untuk senantiasa menjaga kebersihan seperti ini. 

Karena kebersihan lahiriyah merupakan pancaran dari kebersihan yang terdapat dalam diri setiap Muslim. Oleh karena itulah dalam melaksanakan shalat misalnya, kita diharuskan melakukan proses pembersihan (thaharah atau wudu') terlebih dahulu. Kemudian juga kondisi badan, pakaian serta tempat untuk melaksanakannya pun juga harus bersih dan terbebas dari najis.

Kebersihan lahiriyah seperti ini sangat penting, karena akan berpengaruh pada sah tidaknya ibadah (salat) yang kita lakukan, dan oleh karenanya perlu mendapatkan perhatian dari kita semua. Ada pun kebersihan secara maknawiyah adalah kebersihan dari dari dalam diri setiap muslim, yaitu sisi yang tidak terlihat oleh kasat mata, meskipun terkadang dapat dirasakan oleh orang lain melalui 'aura' yang dipancarkan dari seseorang.

Bersih secara maknawi di antaranya adalah bersihnya niat (baca; ikhlas) dalam menjalankan suatu aktivitas tertentu, ketulusan dalam membantu orang lain, peduli dan peka terhadap kesulitan yang sedang dihadapi orang lain, dsb. Seseorang yang memiliki kebersihan maknawi umumnya memiliki orientasi dan obsesi ukhrawi yang tinggi. Visinya tidak terbatas pada dimensi duniawi saja, namun menembus hingga dimensi ukhrawi. Mudah-mudahan kita semua termasuk ke dalam golongan orang-orang yang memiliki kebersihan baik secara lahiriyah maupun maknawiyah.
 
3. Di antara cara untuk menjaga kebersihan, baik secara maknawiyah maupun lahiriyah adalah dengan menjaga 'kehalalan' rezeki atau usaha yang kita lakukan. Karena kehalalan rezeki memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap kebersihan lahiriyah maupun kebersihan maknawiyah kita. Akan sulit sekali bagi seseorang yang mengambil rezeki yang tidak halal, untuk menjaga kebersihan maknawiyahnya.

Karena dari rezeki yang tidak halal itu, akan menjadi darah dan daging yang melekat erat dengan tubuh kita, dan akan memberikan pengaruh yang negatif pada diri kita. Oleh karenanya, kita perlu menjaga kehalalan rezeki yang kita peroleh, agar kebersihan maknawiyah kita juga terjaga. Adalah Abu Bakar As-Shiddiq RA dikenal sebagai seorang sahabat yang sangat hati-hati terhadap masalah seperti ini.

Dalam sebuah riwayat dikisahkan, "Bahwa suatu hari pembantu Abu Bakar datang dengan membawa makanan. Seketika Abu Bakar mengambil dan memakannya. Sang Pembantu berkata, "Wahai Khalifah Rasululillah, biasanya setiap kali aku datang membawa makanan, Anda selalu bertanya dari mana asal makanan yang aku bawa. Kenapa sekarang Anda tidak bertanya?" Abu Bakar menjawab, "Sungguh hari ini aku sangat lapar sehingga lupa untuk menanyakan hal itu. Kalau begitu ceritakanlah, dari mana kamu mendapat makanan ini?" Si Pembantu menjawab, "Dulu sebelum aku masuk Islam profesiku adalah sebagai dukun. Suatu hari aku pernah diminta salah satu suku untuk membacakan mantra di kampung mereka. Mereka berjanji akan membalas jasaku itu. Pada hari ini aku melewati kampung itu dan kebetulan mereka sedang mengadakan pesta, maka mereka pun menyiapkan makanan untukku sebagai balasan atas jasa perdukunan yang pernah kuberikan." Mendengar itu spontan Abu Bakar memasukkan jari ke kerongkongannya agar bisa muntah. Setelah muntah Abu Bakar berkata, "Jika untuk mengeluarkan makanan itu aku harus menebus dengan nyawa, pasti akan aku lakukan karena aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda, 'Tidak ada daging yang tumbuh dari makanan yang haram melainkan neraka layak untuk dirinya'." 

Wallahu a'lam bis Shawab





sumber :http://ramadan.detik.com/read/2011/08/29/174032/1713325/981/kebersihan-adalah-setengah-dari-keimanan--1-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar