.quickedit{ display:none; }

Kamis, 03 November 2011

ISLAM MENYURUH KITA CERDAS

ISLAM MENYURUH KITA CERDAS



اَلْحَمْدُ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
Amma ba’du.
Wa khairul hadiits, kitaabullaah, wa khairul hudaa, hudaa muhammad. Wa syarrul umuur muhdatsaatuhaa. Wa kullu bid’ati dhalalah. Wa kullu dhalalati fii naar.
Faa qalallahu fii kitabihil kariim, ‘audzubillahi minasy syaithaan nir rajiim …
وإذا قيل لهم اتبعوا ما أنزل الله قالوا بل نتبع ما ألفينا عليه آباءنا أولو كان آباؤهم لا يعقلون شيئا ولا يهتدون
Artinya:  “Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah,” mereka menjawab: “(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari orang-orang tua kami”. “(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apa pun, dan tidak mendapat petunjuk?” (QS. al-Baqarah 2:170)


Hadirin Rahimakumullah,
Maha Suci Allah yang telah menurunkan al-Qur’an – sebagai petunjuk serta rahmat bagi seluruh alam – kepada Nabi Muhammad s.a.w. untuk seluruh umat manusia di dunia ini. Karena itulah ketika kita tidak memegang atau melaksanakan al-Qur’an dengan benar, maka tidak mustahil kita akan sesat bahkan mungkin menyesatkan orang lain. Na’udzubillaahi min dzalika.
Karena itulah Allah telah memberikan kepada manusia ‘AKAL agar manusia dapat menjadi CERDAS dalam melaksanakan dan mengikuti segala yang diturunkan Allah melalui Nabi Muhammad s.a.w.
Hadirin Rahimakumullaah,
Kata ‘AKAL (عقل) beserta semua turunan katanya disebutkan dalam empat puluh sembilan (49) ayat. Salah satunya adalah pada QS. al-Baqarah 2:170 yang telah dibacakan pada awal khutbah tadi. Pada ayat ini kata ( يعقلون) diartikan “Mengetahui”, sedangkan pada ayat-ayat lainnya kata ‘AKAL (عقل) ini diartikan:

  • Memahami atau mengerti
  • Berpikir atau memikirkan
Dan ternyata pemberian arti ‘AKAL. (عقل) ini lebih kurangnya sesuai dengan struktur kecerdasan menurut Psikologi Perkembangan (L.L. Thurstone). Yang selanjutnya memiliki definisi KECERDASAN (Intelligence), yaitu:
“Sifat pikiran yang mencakup kemampuan menalar, merencanakan, memecahkan masalah, berpikir abstrak, memahami gagasan, menggunakan bahasa dan belajar.”
Di dalam Islam, KECERDASAN berdasarkan ‘AKAL sangat diperlukan bahkan al-Qur’an berkali-kali menyuruh Kita untuk menggunakan ‘AKAL dengan memberikan pertanyaan retorik:  ٲفلاتعقلون  di 13 ayat.  Dan menganjurkan Kita menggunakan ‘AKAL: تعقلون لعلكم  di 8 ayat.
Satu hal yang perlu dipahami mengenai proses berpikir ‘AKAL tidak saja melibatkan OTAK, tapi juga melibatkan KALBU. Seperti pada ayat berikut ini.
أفلم يسيروا في الأرض فتكون لهم قلوب يعقلون بها أو آذان يسمعون بها فإنها لا تعمى الأبصار ولكن تعمى القلوب التي في الصدور
Artinya: “maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai kalbu yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah kalbu yang di dalam dada.” (QS. al-Hajj 22:46)
Hal ini berbeda dengan proses berpikir otak saja, al-Qur’an menyebutnya TAFAKUR (تفكر) di 17 ayat. Pada proses (تفكر) ini hanya data/pengetahuan/informasi saja yang diperlukan untuk selanjutnya diolah berdasarkan logika sebab akibat sehingga menghasilkan ilmu pengetahuan.
Berbeda dengan (تفكر), proses berpikirnya ‘AKAL itu ditunjang oleh IMAN, karena KALBU adalah tempat bersemayamnya IMAN. Sehingga tidak saja pengetahuan/ informasi sebagai dasar pemikiran, tapi juga dilengkapi IMAN. Oleh karena itu sangat pantas jika KECERDASAN yang dihasilkan dari proses berpikir ‘AKAL ini disebut “KECERDASAN KALBU”.  Yang akan bermuara menjadikan manusia menjadi ‘ULUL ALBAAB, yaitu:
الذين يذكرون الله قياما وقعودا وعلى جنوبهم ويتفكرون في خلق السماوات والأرض ربنا ما خلقت هذا باطلا سبحانك فقنا عذاب النار
Artinya: “orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (QS. Ali Imran 3:191)
Hadirin Rahimakumullaah, Berdasarkan paparan tadi, Kita dapat mengetahui agar ‘AKAL menjadi CERDAS diperlukan dua komponen, yaitu IMAN dan ILMU (sebagai hasil olah TAFAKUR). Kolaborasi yang cantik diantara keduanya akan menghasilkan ‘AKAL CERDAS à KECERDASAN KALBU à ‘ULUL ALBAAB. Untuk itu IMAN dan ILMU harus ditambah dan dilatih sehingga tetap UP TO DATE. Jangan sampai muncul perkataan seperti pada QS.  al-Baqarah 2:170 di atas tadi.
Selain itu, perlu diketahui juga ternyata ‘AKAL diperlukan dalam melaksanakan ibadah. Ada beberapa riwayat mengenai KECERDASAN dalam beribadah:
  1. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dari Anas bin Malik ra., disebutkan tentang 3 orang sahabat yang datang ke rumah istri-istri Rasulullah untuk mengetahui tentang ibadah Nabi. Sesudahnya, salah satunya berkata akan shalat malam selamanya. Yang lain berkata akan shaum selamanya dan tidak akan berbuka. Sementara yang satu lagi berkata akan menjauhi istri dan tidak akan menikah selamanya. Rasulullah kemudian datang dan bersabda: “Kamu yang berkata begini, begitu, sesungguhnya aku orang yang paling takut diantara kamu kepada Allah dan paling taqwa kepada-Nya, akan tetapi aku shaum dan berbuka, aku shalat (malam) dan tidur, dan aku nikahi istri. Siapa yang tidak mencintai sunnahku, ia bukan golonganku.”
  2. Dalam hadits lain diriwayatkan oleh Bukhari & Muslim, Dari Abbas bin Rabi’, ia berkata: “Saya melihat Umar bin Khatab mencium hajar aswad (di waktu thawaf), kemudian Umar berkata: “Aku tahu bahwa engkau adalah batu, tidak memberi madharat dan tidak memberi manfaat. Andai aku tidak melihat Rasulullah menciummu (hajar aswad), niscaya aku tidak akan menciummu.
  3. Dari Ibnu Mas’ud ra.: Beliau shalat dengan para shahabatnya, kemudian Ia mendengar orang-orang membaca di belakangnya. Ketika selesai, Ia berkata: “Adapun sekarang bagi kalian, pahamilah. Adapun sekarang bagi kalian, gunakanlah pikiran. (Wa idza quri’al ……) sebagaimana Allah memerintahkan kalian itu”. (HR. Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim)
  4. Suatu ketika, saat Rasulullah SAW memberikan taushiyyahnya, tiba-tiba Beliau SAW berucap, “Sebentar lagi akan datang seorang pemuda ahli surga.” Para Shahabat r.hum pun saling bertatapan, di sana ada Abu Bakar Ash Shiddiqradhiallaahu ‘anhu, Utsman bin Affanradhiallaahu ‘anhu, Umar bin Khattabradhiallaahu ‘anhu, dan beberapa Shahabat lainnya. Tak lama kemudian, datanglah seorang pemuda yang sederhana. Pakaiannya sederhana, penampilannya sederhana, wajahnya masih basah dengan air wudhu. Di tangan kirinya menenteng sandalnya yang sederhana pula. Di kesempatan lain, ketika Rasulullah SAW berkumpul dengan para Shahabatnya, Beliau SAW pun berucap, “Sebentar lagi kalian akan melihat seorang pemuda ahli surga.” Dan pemuda sederhana itu datang lagi, dengan keadaan yang masih tetap sama, sederhana. Para Shahabat yang berkumpul pun terheran-heran, siapa dengan pemuda sederhana itu? Bahkan hingga ketiga kalinya Rasulullah SAW mengatakan hal yang serupa. Bahwa pemuda sederhana itu adalah seorang ahli surga. Seorang Shahabat, Mu’adz bin Jabbal r.a. pun merasa penasaran. Amalan apa yang dimilikinya sampai-sampai Rasul menyebutnya pemuda ahli surga?
  5. Maka Mu’adz r.a. berusaha mencari tahu. Ia berdalih sedang berselisih dengan ayahnya dan meminta izin untuk menginap beberapa malam di kediaman si pemuda tersebut. Si pemuda pun mengizinkan. Dan mulai saat itu Mu’adz mengamati setiap amalan pemuda tersebut. Malam pertama, ketika Mu’adz bangun untuk tahajud, pemuda tersebut masih terlelap hingga datang waktu shubuh. Ba’da shubuh, mereka bertilawah. Diamatinya bacaan pemuda tersebut yang masih terbata-bata, dan tidak begitu fasih. Ketika masuk waktu dhuha, Mu’adz bergegas menunaikan shalat dhuha, sementara pemuda itu tidak. Keesokkannya, Mu’adz kembali mengamati amalan pemuda tersebut. Malam tanpa tahajjud, bacaan tilawah terbata-bata dan tidak begitu fasih, serta di pagi harinya tidak shalat dhuha. Begitu pun di hari ketiga, amalan pemuda itu masih tetap sama. Bahkan di hari itu Mu’adz shaum sunnah, sedangkan pemuda itu tidak shaum sunnah. Mu’adz pun semakin heran dengan ucapan Rasulullah SAW. Tidak ada yang istimewa dari amalan pemuda itu, tetapi Beliau SAW menyebutnya sebagai pemuda ahli surga. Hingga Mu’adz pun langsung mengungkapkan keheranannya pada pemuda itu. “Wahai Saudaraku, sesungguhnya Rasulullah SAW menyebut-nyebut engkau sebagai pemuda ahli surga. Tetapi setelah aku amati, tidak ada amalan istimewa yang engkau amalkan. Engkau tidak tahajjud, bacaanmu pun tidak begitu fasih, pagi hari pun kau lalui tanpa shalat dhuha, bahkan shaum sunnah pun tidak. Lalu amal apa yang engkau miliki sehingga Rasul SAW menyebutmu sebagai ahli surga?” “Saudaraku, aku memang belum mampu tahajjud. Bacaanku pun tidak fasih. Aku juga belum mampu shalat dhuha. Dan aku pun belum mampu untuk shaum sunnah. Tetapi ketahuilah, sudah beberapa minggu ini aku berusaha untuk menjaga tiga amalan yang baru mampu aku amalkan.” “Amalan apakah itu?” “Pertama, aku berusaha untuk tidak menyakiti orang lain. Sekecil apapun, aku berusaha untuk tidak menyinggung perasaan orang lain. Baik itu kepada ibu bapakku, istri dan anak-anakku, kerabatku, tetanggaku, dan semua orang yang hidup di sekelilingku. Aku tak ingin mereka tersakiti atau bahkan tersinggung oleh ucapan dan perbuatanku.” “Subhanallah…kemudian apa?” “Yang kedua, aku berusaha untuk tidak marah dan memaafkan. Karena yang aku tahu bahwa Rasullullah tidak suka marah dan mudah memaafkan.” “Subhanallah…lalu kemudian?” “Dan yang terakhir, aku berusaha untuk menjaga tali shilaturrahim. Menjalin hubungan baik dengan siapapun. Dan menyambungkan kembali tali shilaturrahim yang terputus.” “Demi Allah…engkau benar-benar ahli surga. Ketiga amalan yang engkau sebut itulah amalan yang paling sulit aku amalkan.” Hadirin Rahimakumullah, Semoga paparan singkat ini memberikan pencerahan baru yang dapat meningkatkan KECERDASAAN kita untuk tetap mengikuti apa-apa yang diturunkan Allah SWT. sumber :http://blogs.phys.unpad.ac.id/abdurrochman/2011/08/17/islam-menyuruh-kita-cerdas/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar